Peninggalan Sejarah Hindu dan Buddha di Indonesia (Pertama)

Peninggalan Sejarah Hindu dan Buddha di Indonesia - Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaan di Indonesia. Bangsa Indonesia yang sebelumnya memiliki kebudayaan asli, banyak mengadopsi dan mengembangkan budaya India dalam kehidupan sehari-hari. 

Namun, masyarakat tidak begitu saja menerima budaya-budaya baru tersebut. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses penyesuaian dengan kebudayaan yang ada di Indonesia yang disebut dengan proses akulturasi kebudayaan.

Dalam bidang agama juga lahir sinkretisme, yaitu perpaduan antara agama Hindu-Buddha dengan kepercayaan yang telah ada dan berkembang di masyarakat Indonesia pada saat itu. Sehingga agama Hindu-Buddha yang dianut oleh bangsa Indonesia pada aman kerajaan-kerajaan sangat berbeda dengan agama Hindu-Buddha yang ada di India. 

Masuknya agama Hindu dan Buddha tidak serta merta menghilangkan unsur budaya lama yang telah berkembang dalam masyarakat Indonesia. Salah satu contoh yang sangat mencolok dalam kehidupan masyarakat Hindu di Indonesia misalnya dalam sistem kasta. Sistem kasta di Indonesia yang mengadopsi dari agama Hindu tidak sama dengan sistem kasta yang berkembang dari tanah kelahiran agama tersebut yaitu India. 

Baik dari ciri-ciri maupun keketatannya tidak menggambarkan keadaan seperti sistem kasta di India. Bangsa Indonesia melaksanakan teori tentang kasta, tetapi tidak memindahkan wujudnya seperti yang berkembang di India, melainkan disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang sudah berlaku sebelumnya.

Beberapa unsur kebudayaan yang berkembang pada aman kerajaan Hindu-Buddha antara lain, seni bangunan, seni ukir, seni sastra, dan seni patung. Salah satu hasil seni bangunan yang paling penting dalam perkembangan seni bangunan di Indonesia adalah candi. Demikian juga halnya dalam seni pembuatan candi yang merupakan pengaruh dari India, akan tetapi dalam penerapannya menggunakan unsur-unsur budaya yang telah berkembang sebelumnya di tanah Indonesia. 

Pembuatan candi yang secara teoritis menggunakan dasar-dasar yang tercantum dalam kitab Silpasastra akan tetapi pada tahap pelaksanaan dan hasilnya memperlihatkan corak budaya asli Indonesia. Silpasastra ialah sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.

Pembuatan candi di India selalu menunjukkan fungsinya yang utama yaitu sebagai tempat peribadatan. Sementara candi-candi yang terdapat di Indonesia tidak hanya difungsikan sebagai tempat peribadatan tetapi juga tempat pemakaman raja atau orang-orang yang dimuliakan. Hal ini tampaknya dipahami oleh masyarakat Indonesia bahwa kata candi berasal dari nama Durga sebagai Dewi Maut yaitu Candika. Dari kata Candika menunjukkan bahwa candi merupakan tempat untuk memuliakan orang yang telah meninggal, khususnya untuk para raja dan orang-orang terkemuka.
Terdapat perbedaan fungsi candi antara agama Hindu dan Buddha. Dalam agama Hindu, candi adalah tempat penguburan abu jenazah. Di Bali upacara pembakaran mayat dinamakan Ngaben. Di dalam candi Hindu biasanya terdapat patung-patung dari para penguasa (raja) atau orang-orang terkenal yang dijelmakan sebagai dewa. Dalam agama Buddha, candi berfungsi sebagai tempat pemujaan. Arca yang ada dalam candi Buddha bukanlah arca perwujudan dari raja.
Candi-candi yang bercorak agama Hindu-Buddha banyak ditemukan di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Bali.

1. Candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta

Di Jawa Tengah dan Yogyakarta banyak ditemukan candi, baik yang bercorak Hindu maupun Buddha, di antaranya sebagai berikut.
Peninggalan Hindu-Buddha di Indonesia
Borobudur

a. Candi Borobudur 

Terletak di desa Budur, Magelang. Candi ini bercorak Buddha dan didirikan oleh keluarga Syailendra pada aman Mataram Lama. Bentuk candi Borobudur yang berupa punden berundak-undak menggambarkan adanya akulturasi antara budaya India dengan budaya asli Indonesia dari aman megalithikum. Berdasarkan ajaran Buddha Mahayana, candi Borobudur merupakan Dasya-bodhisatwa-bhumi, artinya tempat mencapai kebuddhaan melalui sepuluh tingkat bodhisatwa.

Borobudur terdiri atas sepuluh tingkat yang terbagi dalam tiga bagian yaitu kamadhatu (merupakan tingkatan paling rendah atau disebut kaki candi, pada tingkatan manusia masih terpengaruh oleh keduniawian), Rupadhatu (merupakan bagian lorong-lorong dengan dinding-dinding yang penuh dengan hiasan dan relief, pada tingkat ini manusia masih terikat pada bentuk keduniawian, tetapi telah insyaf untuk mencari kebenaran), A-rupadhatu (bagian ini terdiri atas lantai yang bulat, di sini terdapat 72 stupa dan stupa induk dipuncaknya yang sekaligus merupakan mahkota candi Borobudur. Hal ini menggambarkan manusia telah dapat membebaskan diri sama sekali dari nafsu keduniawian dan hanya satu keinginan, yaitu mencapai moksa).
Peninggalan Hindu-Buddha di Indonesia
Candi Mendut

b. Candi Mendut dan candi Pawon 

Terletak tidak jauh dari candi Borobudur. Kedua candi ini bercorak Buddha dan merupakan candi tiga serangkai dengan candi Borobudur. Ketiga candi ini terletak pada satu garis lurus, hal ini sengaja dilakukan berdasarkan ajaran Buddha Mahayana. 

Menurut ajaran agama Buddha Mahayana, untuk mencapai tujuan terakhir (moksa), yaitu mencapai kedudukan sebagai Buddha harus melalui jalan secara bertahap. Tahap-tahap tersebut terdiri atas dua bagian yaitu Dasyabodhisatwabhumi disebut tingkat lokattara (tingkat di atas dunia), sebelum sampai ke tingkat lokattara lebih dahulu harus menjalani tingkat persiapan. 

Tingkat persiapan tersebut terdiri atas dua tahap pula, yaitu Sambharamarga dan Prayogamarga. Kedua tahap ini merupakan tahap kehidupan di dunia atau laukika. Jadi dari paham tersebut dapat diterangkan bahwa candi Borobudur yang bersifat lokattara dibangun di atas bukit, sedangkan candi Mendut dan candi Pawon yang bersifat laukika dan masing masing menggambarkan Sambharamarga dan Prayogamarga dibangun di atas permukaan bumi (daerah pedataran).
http://www.materisma.com/2014/04/penjelasan-bentuk-kebudayaan-dan.html
Candi Prambanan

c. Candi Prambanan 

Dikenal pula dengan nama Candi Lorojonggrang, bercorak Hindu dan terletak di desa Prambanan. Relief candi Prambanan mengambil kisah Rama dari kitab Ramayana. Relief ini ditatahkan pada dinding lorong di atas candi pertama, yang mengelilingi kaki candi kedua.

d. Kelompok candi Dieng,

Kelompok candi Dieng, yang terdapat di Pegunungan Dieng letaknya sekitar 25 kilometer dari kota Wonosobo. Candi-candi ini bercorak Hindu. Di dataran tinggi Dieng terdapat beberapa buah candi antara lain Candi Bima, Candi gatotkaca, Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Subadra.

e. Candi lainnya

Candi lainnya adalah Candi Sukuh terletak di lereng Gunung Latu, Karang Anyar, Candi Sarjiwan terletak di selatan Prambanan, Candi Lumbung di selatan Candi Sewu, dan Candi Sari atau Candi Bendah lokasinya tidak jauh dari Candi Kalasan

2. Candi-candi di Jawa Timur

Begitu pula halnya di Jawa Timur, banyak ditemukan candi, di antaranya sebagai berikut.

a. Candi Badut 

Terletak di Desa Dinoyo, sebelah barat laut Malang, merupakan candi bercorak Hindu yang didirikan sekitar abad ke-8 M. Candi Singhasari terletak di Desa Candinegoro sekitar 10 km dari kota Malang. Candi ini berasal dari abad ke-14 dan dihubungkan dengan Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari.

b. Candi Jago (Candi Jajaghu) 

Terletak 18 kilometer dari kota Malang. Candi ini merupakan candi bercorak Siwa-Buddha dan bentuknya berundak-undak tiga buah serta di halaman candi terdapat beberapa patung Buddha. Candi ini dibangun pada masa Raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari.

c. Candi Kidal 

Terletak sekitar 7 kilometer sebelah tenggara dari candi jago. Candi ini merupakan bangunan suci untuk memuliakan raja Anusapati Raja Singhasari.

d. Candi Panataran 

Terletak sekitar 11 kilometer dari kota Blitar. Candi Panataran merupakan kompleks candi yang terbesar di Jawa Timur dan merupakan candi Siwa.

e. Candi Jajawa (Candi Jawi) 

Terletak di Gunung Welirang yang merupakan makam Raja Kertanegara.

f. Candi Singhasari

Candi Singhasari yang terletak 10 kilometer dari kota Malang. Candi sebagai tempat pendarmaan Raja Kertanegara yang digambarkan sebagai Bhairawa (Siwa-Buddha)

g. Candi Rimbi

Candi Rimbi terletak di Desa Pulosari, Jombang yang merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit pada abad ke-14.

h. Candi Bajang Ratu

Candi Bajang Ratu yang merupakan gapura di daerah Trowulan bekas peninggalan kerajaan Majapahit.

i. Candi Sumber Awan

Candi Sumber Awan bercorak Buddha sebagai penghargaan atas kunjungan Raja Hayam Wuruk ke daerah kaki Gunung Arjuna.

Apabila dibandingkan antara kelompok-kelompok candi yang terdapat di Jawa Tengah dengan Jawa Timur terdapat hal-hal yang sangat menarik. Kelompok candi di Jawa Tengah seperti Borobudur, Pawon, Mendut dan Prambanan yang sebagian besar merupakan peninggalan kerajaan Mataram adalah kelompok bangunan candi yang difungsikan sebagai tempat pemujaan keagamaan, baik Hindu ataupun Buddha. 

Sementara kelompok candi yang terdapat di Jawa Timur seperti candi Kidal, Jago, Panataran, merupakan candi yang difungsikan sebagai makam keluarga raja. Jumlah candinya lebih banyak tetapi wujudnya kecil-kecil bila dibandingkan dengan kelompok candi Borobudur atau Prambanan. 

Candi-candi yang terdapat di Jawa Timur merupakan peninggalan kerajaan Singhasari sampai Majapahit. Meskipun berwujud candi Siwa atau Buddha, tetapi pada hakikatnya adalah candi makam dan bukan untuk pemujaan Siwa atau Buddha. Hal ini memperlihatkan bahwa pada aman Singhasari sampai Majapahit telah terjadi pembauran antara kepercayaan asli yang berupa pemujaan arwah leluhur dengan kepercayaan Siwa dan Buddha.

3. Candi di Jawa Barat

Di Jawa Barat ditemukan candi yang bercorak Siwa, yaitu candi Cangkuang terletak di daerah Leles, Garut. Candi ini bentuknya sangat sederhana dan diperkirakan berasal dari abad ke-8 Masehi. Selain itu, di daerah Jawa Barat ditemukan beberapa arca dan bangunan suci, baik yang berbentuk bangunan teras berundak, altar maupun percandian seperti Batu Kalde di Pantai Pangandaran, Batujaya dan Cibuaya di Karawang, Astana Gede di Kawali dan Bojongmenje di daerah Cicalengka, Kabupaten Bandung.

4. Candi-candi di luar Jawa

Di luar Jawa terdapat juga candi-candi, seperti berikut ini.

http://www.materisma.com/2014/04/penjelasan-bentuk-kebudayaan-dan.html
Candi Muara Takus
a. Di pulau Sumatra terdapat beberapa candi seperti Candi Muara Jambi di Jambi yang memperlihatkan corak Buddha Mahayana. Ada juga Candi Muara Takus di Riau (terbuat dari batu bata dan terdiri atas beberapa bangunan stupa). 

Di komplek Candi Muara Takus ada beberapa candi seperti Candi Tua, Candi Bungsu, dan Candi Mahligai. Kompleks percandian (stupa) lainnya adalah Komplek Candi Padang Lawas yang terletak di Sumatera Utara dan bercorak Siwaisme dan Budhisme. Di daerah Tapanuli terdapat komplek Candi Gunung Tua yang bercorak Buddha.

b Di Kalimantan Selatan ditemukan sebuah candi yaitu Candi Agung di daerah Amuntai.

c. Di Bali terdapat Candi Padas atau Candi Gunung Kawi yang terletak di desa Tampaksiring Kabupaten Gianyar. Candi ini dipahatkan pada dinding batu yang keras dan merupakan tempat pemujaan Raja Anak Wungsu putra terakhir dari Raja Udayana.

Akulturasi antara kebudayaan lokal yang berkembang sebelum masuknya pengaruh Hindu dengan budaya agama Hindu jelas terlihat pada beberapa bangunan pura yang ditemukan di Bali. Pengaruh aman megalithikum dengan budaya Hindu tampak terlihat dari bangunan pura yang mirip dengan bangunan punden berundak-undak. 

Beberapa benda yang berasal dari budaya megalithikum tetap dipelihara dan disandingkan dengan patung-patung agama Siwa dan Buddha, misalnya beberapa peti mayat (sarcophagus) sampai sekarang masih ditemukan di beberapa pura di Bali yang dianggap suci. 

Bentuk akulturasi ini dapat kita lihat dari penyebutan atau pemberian nama terhadap para dewa yang memperlihatkan unsur-unsur lokalitas wilayah Bali. Misalnya nama Dewa Betara Da Tonta yang bisa kita temukan di daerah Trunyan, Bali, memperlihatkan perpaduan nama unsur asli daerah Bali dengan sedikit bahasa Sanskerta. Selain dari nama, bentuk Dewa ini memiliki kemiripan dengan arca dari aman megalithikum.

Pada bentuk fisik bangunan candi di Indonesia, seperti candi Borobudur, terdapat punden berundak-undak yang merupakan kebudayaan asli bangsa Indonesia pada aman megalithikum. Hal ini menunjukkan adanya akulturasi antara kebudayaan India dengan kebudayaan Indonesia asli dalam seni bangunan. Ukiran atau relief yang ada pada dinding candi, banyak dipengaruhi oleh kebudayaan India, berupa gambaran sehari-hari kehidupan manusia, ataupun cerita dari kitab Ramayana dan Mahabharata.

Bersambung ke Halaman 2 Materi Penjelasan Peninggalan Sejarah Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url