Perilaku Religi Yang Baik dan Merugikan

Perilaku Religi Yang Baik dan Merugikan 

Agama yang beragam adanya di permukaan bumi, tidak seluruhnya memiliki kesamaan di dalam menjalankan ritual keagamaannya. Namun, hampir seluruhnya percaya terhadap sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan dan kekuatan.Van Baal menjelaskan bahwa manusia memiliki kepercayaan terhadap mana. Mana adalah sesuatu yang mempengaruhi semua hal yang melampaui kekuasaan manusia yang berada di luar jalur yang normal dan wajar. 

Mana muncul karena hadirnya pengaruh yang ditimbulkan oleh pikiran manusia. Ketika seseorang mengenakan cincin dengan batu akik dengan warna tertentu kemudian mendapatkan kekayaan yang di luar dari kebiasaannya, ia akan berpandangan bahwa batu akik yang dikenakannya itu memiliki mana. Perilaku keagamaan memiliki bentuk yang beragam. Jika dilihat melalui ritual, dapat dilihat berikut ini. 

Ritual adalah sarana yang digunakan untuk melakukan hubungan antara manusia dengan kekuatan supranatural. Selain itu, juga digunakan sebagai penghubung antara manusia dengan kekuatan supranatural, digunakan pula untuk memperingati peristiwa penting dan kejadian kematian.

Perilaku Religi Yang Baik dan Merugikan
Antropologi membagi ritual menjadi beberapa hal, yaitu upacara peralihan (rites of passage) dan upacara intensifikasi (rites of intensification). Dikutip dari Havilland, upacara peralihan (rites of passage) adalah upacara keagamaan yang berkaitan dengan tahap-tahap yang penting dalam kehidupan manusia, seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian. Upacara intensifikasi (rites of intensification) adalah upacara keagamaan yang diadakan pada waktu kelompok menghadapi krisis real atau potensial.

Salah satu contoh upacara peralihan yang paling sering kita jumpai adalah aqiqah yang biasa dilaksanakan oleh umat Islam. Upacara aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh dari kelahiran seorang anak, ditandai dengan penyembelihan kambing. Untuk anak anak laki-laki, kambing yang disembelih berjumlah dua ekor sedangkan untuk perempuan hanya seekor. Tujuan pelaksanaan upacara ini adalah untuk menebus anak. 

Menurut keyakinan mereka, seorang anak sebelum diaqiqahi masih tergadai. Rangkaian upacara ini meliputi pencukuran rambut anak, pemberian nama yang baik, dan penyebelihan ternak kurban. Sebagian daging ternak yang telah disembelih itu kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar, sebagian yang lain untuk pesta. Maknanya, anak diantar untuk menjadi seorang makhluk sosial dan mempunyai akhlak yang baik.

Upacara pada tahap berikutnya adalah sunatan. Sunat adalah tanda anak laki-laki memasuki akil balig, biasanya dilakukan pada anak usia 8-14 tahun. Saat melaksanakan upacara ini, biasanya orang tua mengadakan pesta dengan mengundang sanak saudara dan tetangga. Setelah menginjak dewasa, sampailah anak pada jenjang perkawinan.

Berdasarkan hukum Islam, perkawinan terjadi antara seorang jejaka dan gadis dengan wali mewakili gadis. Sebuah upacara bisa dilaksanakan apabila ada izin dari wali, selanjutnya ia harus memberikannya dan menerima ikatan perkawinan yang mempersatukan kedua mempelai. Ikatan itu biasa disebut mahar (berupa emas, benda berharga atau Al Quran). Mempelai kemudian mengikuti prosesi di depan tamu undangan. Di beberapa suku bangsa, kedua anggota keluarga yang yang telah terikat dalam satu ikatan kekeluargaan itu saling memberikan petuah kepada kedua mempelai.

Saat ada salah satu anggota keluarga yang meninggal, maka ada banyak kewajiban yang biasa dilakukan oleh sanak keluarga yang ditinggal. Misalnya dengan memandikan, mengubur, hingga berdoa untuk keluarga yang meninggal. Upacara kematian yang diadakan oleh sanak keluarga biasanya berisi talqin dan tahlil.

Upacara dibagi menjadi tiga tahap, yaitu separasi, transisi, dan inkorporasi. Dikutip dari Havilland, separasi adalah dalam upacara peralihan, upacara untuk memisahkan seseorang dari masyarakatnya. Transisi adalah dalam upacara peralihan, isolasi seseorang setelah mengalami separasi dan sebelun inkorporasi. Inkorporasi adalah dalam upacara peralihan, penyatuan kembali seseorang ke dalam masyarakat menurut statusnya yang baru.

Berkaitan dengan upacara peralihan, manusia dianggap melalui beberapa tahap kehidupan. Tahap kehidupan tersebut adalah kelahiran, pubertas, perkawinan, menjadi orang tua, naik ke tingkat yang lebih tinggi, spesialisasi pekerjaan, dan kematian. Sementara itu, berkaitan dengan upacara intensifikasi, manusia banyak mengalami suatu krisis. Krisis air hujan, serangan hama, muncul serangan binatang berbahaya, muncul serangan musuh, kematian, dan lain-lain. Untuk menghalau krisis-krisis tersebut, manusia mengadakan upacara.

Di dalam mencari ketenangan hidup, manusia menggunakan bermacam hal yang berkaitan dengan supranatural. Hal tersebut di antaranya adalah agama, magi, dan sihir.
Upacara Penguburan Suku Dayak Masyarakat Dayak mempunyai kepercayaan bahwa ketika orang meninggal akan membuat masalah bagi yang hidup jika jiwanya tidak pergi ke dunia kematian. Oleh karena itu, mereka menyelenggarakan serangkaian upacara. Upacara kematian pada suku Dayak terbagi menjadi dua:
a. Pemakaman dengan sekali upacaraUpacara ini dilaksanakan oleh masyarakat Modang, Kayan, dan Iban. Upacara ini mirip dengan yang dilakukan oleh suku bangsa-suku bangsa yang lain.
b. Pemakaman dengan dua kali upacaraUpacara ini dilaksanakan oleh masyarakat Ngaju dan Ot Danum. Mayat disimpan sebentar setelah kematian, kemudian kerangkanya digali dan dipindahkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Kerangkanya dimasukkan ke dalam keranda, guci, atau dibungkus dengan tikar dan dikubur, diabukan atau disimpan dalam kubur besar.

1. Perilaku Religi yang Baik

Koentjaraningrat menjelaskan bahwa manusia memiliki kepribadian yang beragam. Dikutip dari Koentjaraningrat, kepribadian adalah ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus. Hal ini menjelaskan bahwa setiap manusia akan memiliki karakter yang khas dan jelas berbeda antara manusia satu dengan manusia yang lain. Karakter tersebut akan tercermin seumur hidup dan tidak dapat dikamuflase dengan segala hal untuk menutupinya.

Berkaitan dengan kepribadian tersebut, hak memiliki agama juga berdasarkan atas kepentingan pribadi yang sangat bergantung dengan kepribadian masing-masing orang. Agama tidak dapat dipaksakan untuk dimiliki oleh seseorang. Pada awalnya, ketika masih kecil, manusia hanya mengikuti arus kehidupan yang ada di sekelilingnya. Namun, ketika manusia telah sampai pada saat dia mampu menentukan jalan hidup dan mengambil keputusan untuk pilihan-pilihan hidupnya, agama tidak dapat lagi dipaksakan untuk ditempelkan ke dalam hidup seseorang.

Pada saat manusia telah mampu menentukan jalan hidup dengan memilih segala sesuatu sesuai dengan kepribadiannya tersebut, manusia memilih agama sesuai dengan kehendaknya. Pada saat itu pula interpretasi manusia terhadap agama yang dipilihnya akan berjalan sesuai dengan kepribadiannya melakukan persepsi. Sebagaimana yang disampaikan Koentjaraningrat, persepsi adalah suatu istilah psikologi yang dipakai untuk mendeskripsikan suatu pemikiran pada alam sadar (concious) melalui akal manusia guna menyusun dan memproyeksikan suatu lingkungan yang ditangkap oleh alam pikirnya tersebut.

Persepsi manusia terhadap agama yang dianutnya masing-masing individu akan berbeda. Perbedaan tersebut bergantung pada kemampuan manusia memproyeksikan makna agama bagi dirinya. Manusia yang mampu memproyeksikan agama di dalam kehidupannya dengan baik dan tepat, akan dapat menjalani kehidupan dengan baik pula.

Manusia yang memiliki persepsi tepat dan seirama terhadap ajaran agama yang dianutnya, maka ketika menjalani kehidupan pun akan seirama dengan ajaran tersebut. Ajaran agama yang tersebar di seluruh permukaan bumi ini beragam adanya. Namun demikian, manusia memiliki agama bukan berarti mampu pula menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Hal ini tergantung pada persepsinya terhadap agama.

Manusia yang memiliki persepsi tepat terhadap suatu agama, ia akan dengan tepat pula menjalankan ritual keagamaannya. Namun, sebaliknya, jika manusia tidak dapat menempatkan persepsinya pada proporsi yang tepat, maka ia akan menyimpang. Persepsi yang menyimpang itu, terkadang dianggap tidak menyimpang oleh manusia yang bersangkutan. Persepsinya dianggap benar, padahal sesungguhnya tidak sesuai dengan yang maksudkan di dalam agama yang dianutnya.

Sir James George Frazer mengatakan bahwa agama dilihatnya sebagai sesuatu yang dipakai untuk mengambil hati atau menenangkan kekuatan yang melebihi kekuatan manusia yang mampu mengendalikan kehidupan manusia. Perilaku yang baik ada dalam ajaran agama. Tinggal manusia memberi persepsi yang sebaik-baiknya.

2. Perilaku Religi yang Merugikan

Perilaku Religi Yang Baik dan Merugikan
Manusia di dalam menjalankan kehidupannya, terkadang tidak sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Untuk membuat tenang hatinya, ada pula jalan yang diambil tidak baik. Perilaku tidak baik dapat ditemukan pada kelompok orang yang bekerja dengan magi.

Dikutip dari Havilland, magi adalah suatu usaha yang digunakan untuk memanipulasi hukum-hukum alam tertentu

Frazer mengatakan bahwa ada dua magi yang penting.
a. Magi simpatetis
b. Magi senggol (contagious magis)

Dikutip dari Havilland, Frazer mengatakan bahwa Magi Simpatetis adalah magi berdasarkan prinsip bahwa persamaan menimbulkan persamaan. Contoh magi simpatetis adalah sebagai berikut.

Seorang pemuda akan pergi ke tukang sihir untuk memesan boneka yang dibuat mirip dengan pemudi yang menolak cintanya itu. Jika boneka tersebut dimasukkan kedalam air dan diguna-gunai, maka pemudi tersebut dapat menjadi gila. Pemudi tersebut mengalami nasib yang sama dengan boneka tiruannya tersebut. Itu yang dimaksud dengan Magi Simpatetis.

Sementara itu Magi Senggol (contagious magis) adalah magi yang berdasarkan pada prinsip bahwa barang yang pernah bersentuhan dapat saling memengaruhi setelah terpisah.

Contoh Magi Senggol (contagious magis) adalah sebagai berikut. Rambut, gigi, dan kuku jika jatuh ke tangan musuh akan dapat mudah diguna-guna karena rambut, gigi, dan kuku adalah bagian di tubuh yang sering bersenggolan dengan badannya. Beberapa hal tersebut adalah sebagian contoh perilaku yang merugikan. Perilaku religi lain yang merugikan adalah sihir dan santet.

Dikutip dari Havilland, sihir adalah pada sementara suku kemampuan bawaan yang tidak disadari untuk berbuat jahat, namun berbeda dengan santet, mengadakan pertemuan pada malam hari, menjalankan kanibalisme, dan membunuh orang dari jarak jauh dengan tujuan untuk menyalurkan kegelisahan, ketegangan, dan frustrasi, serta perebutan kekuasaan politik.

Sementara itu, santet (sorcery) adalah perbuatan sengaja diadakan oleh manusia untuk berbuat jahat dengan tujuan khusus dengan cara menenung korbannya dengan menggunakan kuku, rambut, atau pakaian bekas, memasukkan gigi mayat ke dalam tubuh korban. Sihir dan santet dapat diketahui melalui nujum (divination). Nujum (divination) adalah prosedur magi yang dapat menentukan sebab sesuatu peristiwa khusus, seperti penyakit atau meramalkan sesuatu yang akan terjadi.

Perbuatan ini sangat dilarang oleh semua agama, apalagi dalam Islam pelakunya diancam  dengan neraka Jahannam dan tanpa pengampunan.

Demikianlah penjelasan Perilaku Religi Yang Baik dan Merugikan, semoga bermanfaat.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url