Penjelasan Sumber Bukti dan Fakta Sejarah

Penjelasan Sumber Bukti dan Fakta Sejarah - Para pakar metodologi sejarah telah mencoba membuat klasifikasi semacam itu, dari yang sangat sederhana sampai pada yang sangat bercabang-cabang. Klasifikasi yang sederhana misalnya saja membagi sumber sumber sejarah atas beberapa macam, yakni:

(1) Sumber Tertulis (sumber dokumen). Sumber tertulis misalnya prasasti, kronik, babad, hikayat, surat-surat, laporan, notulen rapat, piagam, naskah, arsip, dan surat kabar.

(2) Sumber Benda (Artefak). Sumber benda (artefak) berupa antara lain: fosil, senjata, peralatan hidup, perhiasan, prasasti, candi, stupa, foto, patung, nisan, dan bangunan.

(3) Sumber Lisan. Sumber lisan adalah keterangan langsung dari pelaku atau saksi sejarah. Banyak pelaku dan saksi sejarah yang masih hidup dari zaman pendudukan Jepang, awal kemerdekaan, masa demokrasi liberal, peristiwa G-30 S/1965 dan sebagainya. Mereka menjadi sumber sejarah yang penting sebagai pelengkap dari kekosongan-kekosongan dokumen dari masa-masa tersebut. 

Sumber Bukti dan Fakta Sejarah
Kelemahan dari sumber lisan ini yaitu seringkali ada unsur-unsur subjektivitas di dalamnya. Pada umumnya tokoh-tokoh pelaku sejarah, cenderung membesar-besarkan peranannya pada suatu peristiwa yang pernah dialaminya.

(4) Sumber Rekaman. Sumber rekaman berupa baik rekaman kaset audio maupun rekaman kaset video. Misalnya rekaman peristiwa sekitar proklamasi, dan rekaman demonstrasi mahasiswa menuntut reformasi.

Bukti adalah sesuatu yang dapat memperkuat kebenaran suatu pendapat maupun kesimpulan. Dalam ilmu sejarah, bukti merupakan jejak-jejak peninggalan perbuatan pada masa lampau. Bukti-bukti sejarah tersebut dapat berupa keterangan-keterangan dari para saksi atau pelaku sejarah dapat pula berupa benda-benda peninggalan, baik tertulis maupun tidak tertulis. Misalnya, pendapat tentang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sebagai perjuangan bangsa Indonesia dapat dibuktikan kebenarannya dengan antara lain: konsep dan naskah teks proklamasi yang ditandatangani oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia, gedung tempat teks itu disiapkan, keterangan-keterangan dari para saksi dan para pelaku sejarahnya seperti Moh.Hatta, Ahmad Soebardjo, B.M. Diah, dan Sidik Kertapati.

Peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau dalam kehidupan manusia disebut dengan kenyataan sejarah, sedangkan fakta dalam ilmu sejarah merupakan pernyatan tentang kejadian yang merupakan proses mental dari sejarawan yang bersifat subjektif. Oleh karena itu, kenyataan sejarah merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau maka fakta sejarah adalah pernyataan dari peristiwa tersebut. Dalam membuat pernyataan tentang peristiwa sejarah itu sudah terdapat subjektivitas dari sejarawan. Subjektivitas itu terjadi baik dalam pemilihan kata dan kalimat maupun dalam pemilihan bukti-bukti yang hendak diutarakan. Demikian juga dalam pengungkapan kenyataan-kenyataan sejarah yang sudah terjadi proses mental dari para sejarawan. Misalnya, peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia merupakan kenyataan sejarah.

Sedangkan pernyataan Moh. Hatta yang menyatakan bahwa ”Soekarno sebagai orang yang mengusulkan agar teks proklamasi ditandatangani oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia” adalah fakta sejarah.

Agar mendapatkan bukti dan fakta sejarah yang benar maka sejarawan harus berhati-hati dalam mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Beberapa hal yang harus diperhatikan bagi seorang peneliti sejarah sehubungan dengan sumber-sumber sejarah adalah segi-terpercayanya sumber, kuatnya sumber dan sahihnya sumber.

Berdasarkan urutan penyampaiannya, sumber-sumber sejarah terbagi dalam beberapa jenis sebagai berikut.

(1) Sumber Primer (Sumber Pertama). Sumber Primer, yaitu peninggalan asli sejarah, seperti prasasti, kronik, piagam, candi yang benar-benar berasal dari zamannya.

(2) Sumber Sekunder (Sumber Kedua). Sumber Sekunder, yaitu benda-benda tiruan dari benda aslinya atau sumber-sumber kepustakan sebagai hasil penelitian ahli-ahli sejarah, seperti: prasasti tinulad (tiruan), laporan penelitian, dan terjemahan kitab-kitab kuno.

(3) Sumber Tersier (Sumber Ketiga). Sumber Tersier, yaitu berupa buku-buku sejarah yang disusun berdasarkan laporan penelitian ahli sejarah tanpa melakukan penelitian langsung.

Sumber primer merupakan sumber yang paling baik untuk digunakan dalam menyusun kisah sejarah. Semakin jauh sumber sejarah dari benda aslinya maka semakin besar kemungkinan terjadi pembiasan makna. Demikian halnya, semakin banyak sumber sejarah yang ditemukan, semakin cermat para ahli sejarah melakukan penyusunan sejarah. Dengan terbukanya penemuan-penemuan baru bagi peninggalan-peninggalan sejarah maka selalu terbuka kemungkinan untuk melakukan revisi terhadap tulisan atau karya sejarah yang ada. Dan memang karya sejarah yang banyak memakai sumber-sumber primer lebih tinggi nilainya daripada karya sejarah yang bardasarkan sumber-sumber sekunder.

Lebih lanjut kita dapat membagi-bagi sumber-sumber tertulis yang kita bedakan bedakan antara sumber resmi serta sumber formal dan informal. Ada dokumen resmi formal dan dokumen resmi informal. Adapula dokumen tak resmi formal dan dokumen tak resmi informal, Keputusan-Presiden RI mengenai pengangkatan Sekretaris Jenderal Dewan Pertahanan-Keamanan Nasional, adalah dokumen resmi formal. Surat dari Kepala Staf Umum HANKAM, kepada Panglima K0STRANAS yang berupa ’’’kattebelletje’ mengenai palaksanaan fiald test adalah suatu dokumen resmi informal, karena ditulis oleh seseorang sebagai pejabat kepada pejabat yang lain tetapi cara menulisnya ’’biasa”. 

Surat Jenderal Tri Sutrisno sebagai pribadi kepada Kepala sekolah mengenai hal ihwal putra beliau adalah dokumen tak resmi formal karena ditulis sebagai bukan pejabat akan tetapi ditulis dengan surat yang memenuhi syarat-syarat surat menyurat formal. Dan akhirnya surat (dari perjalanan) dari Jenderal Try Sutrisno kepada ibu Try Sutrisno mengenai urusaan rumah tangga yang ditinggalkan beliau merupakan dokumen tak resmi informal.

Setelah mengenali pelbagai macam sumber, kita harus mengetahui pula kita dapat menemukan pelbagai sumber itu. Sumber-sumber benda pada umumnya disimpan di dalam museum-museum atau koleksi-koleksi pribadi. Kecuali museum-museum umum seperti museum Gedung Gajah di Jakarta, kita mempunyai beberapa museum militer seperti Museum Angkatan Darat di Yogyakarta, Museum Polisi Militer di Jakarta serta museum Kodam Siliwangi dan Brawijaya masing-masing di Bandung dan Malang.

1. Fakta Mental dalam Sejarah

Apa yang disebut dengan fakta mental? Dalam penelitian sejarah, selain diperlukan fakta atau bukti yang bersifat material, dengan arti dapat dipegang, dilihat, dibaca, diperlukan juga fakta atau bukti yang bersifat nonmateri atau nonfisik.

Fakta yang bersifat nonfisik inilah yang disebut fakta mental. Fakta mental ini behubungan dengan masalah kejiwaan, rohaniah, dan watak manusia. Dari fakta mental ini kita dapat lebih memahami suatu peristiwa, dari latar belakangnya. Jalannya peristiwa hingga akhir peristiwa. Misalnya, mental orang Aceh yang keras dan tak mudah menyerah, mengakibatkan pihak Belanda kewalahan dalam menghadapi perlawanannya.

Contoh lain adalah fakta mental bahwa sebagian orang Indonesia dapat mudah dipecah-belah oleh politik adu-domba bangsa asing yang menjajahnya. Oleh karena itu, mental sebuah suku atau bangsa sangat memengaruhi perjalanan sejarah bangsa atau suku yang bersangkutan. Fakta mental lainnya adalah rasa trauma dan takut akan kejadian yang pernah dialaminya. Seorang mantan tahanan politik yang pernah dipenjara di Pulau Buru oleh pemerintahan Soeharto karena dicurigai sebagai simpatisan PKI yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965, akan cenderung membenci segala sesuatu yang berhubungan pemerintah Orde Baru.

Begitu pula, orang Irak yang saudara atau kerabatnya meninggal pada masa atau setelah agresi Amerika Serikat tahun 2003 atas Irak, akan mengalami guncagan batin sebagai akibatnya. Mereka akan selalu mengingat betapa mengerikannya akibat yang ditimbulkan oleh peperangan. Selanjutnya, Amerika akan terus dicap sebagai bangsa penjajah oleh orang-orang Irak, meski tak semua warga negara Amerika ikut perang dan menyetujui perang tersebut. Di samping kebencian terhadap Amerika, kekacauan yang makin parah, dengan banyaknya bom bunuh diri, menggoncangkan secara psikologis rakyat Irak.

2. Fakta Sosial dalam Sejarah

Masalah sosial dalam masyarakat dapat memengaruhi peristiwa sejarah. Bahkan tak jarang, sebuah peristiwa sejarah bisa terjadi karena suatu masalah sosial yang sebelumnya dianggap sepele. Banyak fenomena sosial yang pada akhirnya menimbulkan peristiwa sejarah yang gemilang. Munculnya pemberontakan rakyat etnis Cina terhadap Belanda pada tahun 1740 di Batavia, misalnya, disebabkan oleh masalah sosial. 

Ketika itu masyarakat keturunan Cina di daerah Jakarta dan sekitarnya berhasil dalam bisnis dagangnya sehingga membuat khawatir pihak Belanda. Belanda takut bahwa perekomomian di Batavia akan dikuasai bangsa Cina. Maka dari itu, untuk membendung perkembangan ini banyak orang Cina yang dihabisi oleh tentara Belanda. Dan untuk selanjutnya, meletuslah beberapa pemberontakan rakyat etnis Cina (dan beberapa pribumi yang bergabung) terhadap Belanda, meski dalam skala yang kecil.

Masalah sosial pun sering muncul ke permukaan setelah peristiwa berlangsung. Peristiwa-peristiwa besar acap kali menimbulkan masalah-masalah sosial yang rumit. Peperangan, misalnya, selalu saja meninggalkan masalah yang tak sedikit, seperti banyaknya anak yang yatim, perempuan yang menjanda, bangunan fisik (gedung, sekolah) yang rusak, terbengkalainya pendidikan dan tatanan ekonomi, dan masalah-masalah yang lainnya.

Contoh lain dari fakta sosial dalam sejarah, misalnya, bangunan berarsitektur Eropa di kota-kota di Indonesia. Ini menandakan bahwa di kota bersangkutan pernah ditempati oleh orang-orang asal Eropa yang membangun rumah atau gedung dengan gaya arsitektur yang tak jauh beda dengan di negara asalnya.

Demikianlah materi Penjelasan Sumber Bukti dan Fakta Sejarah, semoga bermanfaat.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url